Senin, 24 Februari 2014

Dia


Dia adalah orang yang tidak pernah kamu bayangkan kehadirannya akan sespesial sekarang ini. Karena sebelumnya, dia hanya hidup dalam khayalanmu. Dia menjadikan hitam jadi putih, racun jadi madu, dan tabu menjadi nyata.
Dia adalah lilin yang menyala ditengah kegelapan. Dia adalah pelangi yang muncul sesaat setelah badai pergi. Dia adalah hujan yang turun disaat kemarau panjang.
Dia datang dengan membawa potongan 'puzzle' hatimu yang bahkan kamu saja tidak bisa menemukannya. Dengan tenang dia menyusun kepingan 'puzzle' hatimu, menyempurnakannya, dan menjaganya agar tidak tececer lagi.
"Tetap jadikanlah dia lilin yang menerangi gelapku agar aku tidak akan tersesat. Aku juga tau pelangi hanya muncul sebentar saja setelah badai, tapi aku siap menyambut badai lain tiba asalkan dia tetap hadir sebagai pelangiku. Dan hujan yang datang ditengah kemarau panjang merupakan anugerah yang sangat ditunggu oleh siapapun. Maka, tetap jadikan dia anugerah itu..."

Kamis, 23 Mei 2013

Ahkhir kemudian Awal

   Masa SMA akan segera berakhir. Hari ini aku dilanda kegelisahan menunggu hasil pelulusan, semua murid berkumpul di lapangan upacara. Terlintas seperti ‘slide show’ momen tiga tahun lalu di lapangan upacara ini, kami dikumpulkan disini untuk menghadiri acara penyambutan siswa baru. Sekarang, kami berdiri disini untuk membuka hasil ujian kemarin yang akan menentukan masa depan kami. 
   Kamu memandangiku begitu lekat saat apel pertama kita sebagai siswa baru di SMA ini. “Halo..” sapaku, kamu sangat terlihat kikuk dan hanya membalas dengan senyum bingung. Seminggu sudah kita lalui dengan sebutan peserta MOPDB (Masa Orientasi Peserta Didik Baru), seminggu itu pula aku mengenalmu yang sangat hangat padaku. Pada penghujung MOPDB itu, kamu menyatakan rasa sukamu terhadapku. Ah, dan aku mengerti apa maksud kehangatanmu selama ini. Tak disangka-sangka, setelah pembagian kelasbaru ternyata kita ditempatkan di kelas yang sama, sepuluh empat. Disanalah kita mulai mengenal satu sama lain semakin dekat.
    “Kita gak bias buat bareng-bareng, aku lebih nyaman kita jadi temen aja ya..” itu yang selalu aku ucapkan padamu ketika kamu mulai membicarakan hubungan kita untuk lebih lanjut. Kita semakin jauh, jauh yang dalam arti benar-benar menjauh. Entah aku yang menjauh karena tak ingin kamu terus berharap, atau kamu yang menjauh karena cemburumu melihatku bersama teman-teman lelakiku. Aku sering merasa kamu menjauh, mungkin menjauh agar tidak mengaharapkanku lagi. Tapi aku nyaman di dekatmu! 
   Kurang lebih satu tahun kita ditempatkan di kelas yang sama, tanpa aku sadari banyak sekali momen yang kita lalui bersama. Aku juga merasa sangat dekat denganmu, walaupun banyak sekali faktor yang membatasi kita. Selama iu juga, teman-teman kita sering sekali membicarakan ‘kesakit hatianmu’ melihatku berganti pacar sedangkan kamu selalu aki ‘skip’. Aku merasa iba padamu. Tapi entahlah, perasaanku padamu tetap tidak lebih dari sebatas teman. 
   Hingga pada saat itu kita harus dipisahkan oleh penjurusan, aku masuk di kelas IPA 1 yang berbeda lima kelas denganmu. Cukup jauh. Kitra semakin jarang bertemu, ditambah lagi dengan adanya teman perempuanmu yang membuat kita semakin canggung saja. Jangankan untuk bertegur sapa, memandangku saja kamu sangat hati-hati. Ya tentu saja, karena kamu selalu berjalan berdampingan dengan perempuanmu, begitu pula aku dengan lelakiku. “Hati-hati menjaga hati."
    Hidup kita sangat masing-masing, karena memang kita tidak pernah bersama. Tapi anehnya, kala itu tetap saja banyak dari teman kita selalu melaporkan apa-apa tentang kamu. Walaupun aku tidak ingin tau. Beberapa waktu kamu menghubungiku walaupun dengan sapaan dinginmu. Dan tanpa disadari olehku, ternyata kamu selalu ada di sela-sela waktuku. Hebat, aku salut padamu. Tapi entahlah, perasaanku padamu tetaptidak lebih dari sebatas teman. 
   Banyak sekali omongan orang-orang yang selalu memihak padamu, meminta agar aku memberi kesempatan padamu. Tapi saat itu, yang terpikir olehku adalah, “Buat apa kamu memintaku terus sedang kamu asyik dengan duniamu dan tidak ada usaha seperti dulu?”. “Huh, bodoh kamu. Gimana dia mau deketin kamu lagi sedangkan kamu masih mesra dengan pacar kamu? Kamu gak sadar apa aja yang udah dia lakuin!” itu yang temanmu katakana padaku. Sering kali setiap aku bertemu salah satu temanmu aku mendapat nasihat-nasihatseperti itu. Entah itu nasihat atau paksaan. Yang jelas, hal itu tetap tidak mengubah perasaanku padamu. Walaupun aku sempat sangat merasa tersentuh saat tau kamu pernah menjatuhkan air matamu ketika menceritakan tentangku pada temanmu. 
   Aku ingin sekali sikapmu menjadi sehangat dulu, bukan dingin seperti ini. Beberapa kali kita bertemu dan kamu membekukanku dengan pangabaianmu. Aku tidak mengerti kenapa setiap kali kamu mengacuhkanku, seperti ada rasa yang menusuk pada jantung ini. Dan pengabaianmu cukup membuatku terpaku. 
   Rasa ini semakin berkecamuk dengan perasaan-perasaan lain. Aku juga tidak tau dengan jelas apa perasaan ini. Apalagi setelah hamper tiga tahun sejak pertemuan kita, saat itu aku dan kamu sama-sama single dan kamu mulai menghubungiku lagi. Aku menjauh, perasaan ini semakin tidak menentu. Disatu sisi aku takut kamu mengaharapkanku lagi, aku tetap mempertahankan untuk menjadikanmu teman. Tapi disisi lain, aku merasa kehilanganmu ketika kamu menjauh. 
   Beberapa bulan setelah aku putus dengan lelakiku yang kata orang sudah membuatmu menunggu lama, kamu datang lagi. Ajakan makan malammu waktu itu aku terima dengan baik. Malam itu kamu mengorek dan memaparkan perasaan-perasaanmu terhadapku yang sejak dulu. “Aku punya tekad, dia lelaki terakhir yang melangkahiku. Jika ada lelaki lain, aku akan berhenti kala itu juga.” ucapmu dengan penuh yakin. Dan ucapanmu itu yang mungkin mulai menyadarkanku, “Apa salahnya jika aku mencoba memberikanmu kesempatan?”. Ibaratnya pintu hatiku sudah kau ketuk dan aku mencoba untuk membukakannya untukmu. 
   Setelah malam itu, banyak makan malam berikutnya yang kita lewati bersama. Siang haripun sering kita habiskan bersama. Hingga lama-kelamaan aku mulai menyilahkan kamu masuk kedaam ruang di hatiku. Dan ternyata ada banyak hal yang selama ini tidak aku lihat darimu, aku seperti buta akan dirimu. 
   “Aku tetap ingin menjadikanmu teman.” Sepertinya kalimat itu mulai emlemah. Aku sangat nyaman dengan keberadaanmu disampingku. Dan semakin sering kamu membuat jantungku berdebar tak karuan. Kata orang, aku jatuh cinta. Ah perasaan apa ini? Selama hamper tiga tahun ini kenapa aku baru merasakannya sekarang? Setelah masa SMA kita akan segera berakhir dan kita harus terpisah dengan pilihan sekolah tinggi kita. Aku ingin mengahabiskan sisa waktuku di SMA ini yang sudah aku ‘skip’ untuk kulalui bersamamu. Maafkan aku baru melihatmu setelah hampir tiga tahun aku mengenalmu. Terimakasih sudah menyelipkan aku di bagian hidupmu selama kurang dari tiga tahun ini. 
   Dan di hari pelulusan ini, mungkin di hari kita benar-benar akan dilepas dari sekolah yang telah mempertemukan kita. Aku memegang tanganmu erat, bersiap membuka amplop persegi panjang yang berisikan hasil Ujian Nasional dan Ujian Sekolah yang telah kita jalani. Tanganku mendingin, dibukalah amplop itu dan kubaca dengan seksama. Diantara deretan nilai-nilai dan tulisan yang tak kubaca, mataku terpaku pada tulisan dengan huruf capital, “LULUS”. Badanku melemas karena bahagia, kamu merangkulku dengan tawa riangmu. “Kita lulus! Kita lulus..” teriakmu sambil tetap merangkulku.   Doa dan rasa syukur atas kelulusan semua kami panjatkan di lapangan itu. Air matapun tak tertahankan, tanganku tak lepas dari genggamanmu yang kubalas erat. Seselesainya doa bersama untuk kesuksesan kami, aku memberanikan diri mengajakmu ke kelas kita dulu. Kelas dimana kita pernah menjadi sangat dekat. Kita mulai bernostalgia menceritakan satu persatu momen kita, manisnya. 
   Aku memandang wajahmu lekat-lekat, menatap matamu dalam. Aku berusaha menunjukan bahwa aku sedang sangat jujur terhadap perasaanku. “Biarpun waktu kita telah habis di sekolah ini, tapi sejarah kita akan tetap membekas disini.” kutunjuk dadamu. “Masa sekolah kita berakhir, tapi mari kita mulai hubungan kita.” tegasku. Kamu hanya membalas dengans enyuman dan memelukku erat.

Apa salahnya jiak kita terjatuh pada orang yang sudah sejak lama membuat kita merasa spesial? Terimakasih untukmu, lelaki dengan angka 18.

Jumat, 22 Maret 2013

Lelaki yang Sedari Dulu

Sudah hampir tiga tahun kebelakang ini, dia selalu membuat aku merasa menjadi wanita spesial. Itu sudah cukup, terimakasih!
Selama ini aku hanya menganggapnya kawan, maafkan aku.
Tapi kali ini mungkin akan berbeda, kita lihat saja nanti.
Untuknya, dengan angka 18.