Ketika itu ruangan kantin sekolah disesaki murid-murid yang kelaparan karena tiga jam mereka gunakan untuk belajar. Aku datang bersama kedua temanku dengan tujuan yang sama pastinya dengan murid yang lain, makan. Di meja dekat pintu masuk ada perempuan heboh yang mencuri perhatian di ruangan itu, biasalah kelakuan kakak kelas selalu begitu. Awalnya aku tidak terlalu memperhatikannya, tapi perhatianku tercuri juga olehnya saat dia bertanya, "Nama kamu siapa sih?" dan aku berusaha tetap tenang dengan menjawab, "Nazam". Dia hanya tertawa bersama keempat temannya, seketika aku merasa dianggap anak kecil yang sedang diajadikan bahan tertawaan seniornya. Entah apa yang mereka tertawakan, yang jelas mereka tertawa karena aku.
Beberapa hari setelah kejadian di kantin itu, aku semakin sering bertemu dengan kakak kelas itu. Aku belum tau jelas siapa namanya, tapi aku tau orang itu. Aku sempat meminta tanda tangannya saat ospek organisasi musik di sekolahku dan dia salah satu staf inti di oraganisasi itu. Dia selalu memanggil namaku dengan lantang, seolah-olah dia kenal padaku. Entah apa maksudnya, dan jelas karena aku tidak begitu mengenalnya aku hanya menjawab dengan senyuman (bingung). Sempat suatu hari dia bersama 'tiga serangkai'nya (aku sebut begitu karena aku sering melihat dia bertiga dengan kedua temannya yang itu-itu terus) memanggilku sambil tertawa genit, lagi-lagi aku tidak mengerti apa maksudnya. Maka seperti biasa aku jawab dengan senyum kebingungan dan dia berkata, "Ih jutek banget sih.." aku tidak tau apa yang dia maksudkan dengan 'jutek' karena menurutku wajar jika aku merespon seperti itu, karena aku tidak mengenal dia. Padahal itu aku sudah mengusahakan untuk tetap tersenyum padanya, ya mungkin karena bawaan wajahku sinis.
Beberapa hari setelah dia menyebutku 'jutek', aku kembali bertemu dengannya. Tapi kali ini bukan berpapasan, kali ini dia melatihku. Sebenarnya bukan melatih sih, ya lebih tepatnya dia mengawasi latihan pentas seniku. Organisasi musik kami dipercaya pihak sekolah untuk mengisi hiburan di acara ulang tahun sekolah setiap tahunnya, dan ini kali pertamaku mengikuti acara ini. Tentu saja, karena aku murid tahun ajaran baru yang masih belum tau banyak tentang sekolah baruku ini.
Hampir setiap hari selama dua minggu itu aku menghabiskan sore hariku di sekolah bersamanya, bukan berdua saja tapi bersama puluhan temanku satu organisasi. Dia murid kelas tiga yang seharusnya sudah fakum di organisasi kami, tapi karena keterlambatan sertijab dan karena murid anak kelas dua susah diandalkan jadi dia harus turun tangan lagi mengurusi pentas seni ini. Dia tidak sendiri, dia selalu datang berdua dengan salah satu senior di organisasi kami untuk melatih aku dan teman-temanku. Entah aku yang terlalu percaya diri atau ini memang kenyataannya, aku merasa paling dia perhatikan setiap latihan. Mungkin karena dia sudah tau namaku jadi dia sering menyebutkan namaku dan bertanya. Pernah suatu sore, disaat kami semua sedang istirahat latihan dia bertanya, "Nazam, kamu tau kan nama aku siapa?" dan aku bingung harus menjawab apa. Karena aku tidak tau namanya, aku menjawab dengan polos, "Hmm lupa kak hehe" dia hanya tertawa dan berlagak marah sambil berkata, "Nama aku Afilah, huh awas kalo kamu sampe lupa lagi ya, inget-inget!" dan diakhiri dengan tertawa.
Setelah beberapa hari aku mengenalnya, aku mulai merasa nyaman dengan sikapnya yang mau berbaur dengan juniornya. Bahkan terkadang aku dan teman-temanku merasa tidak ada batasan antara junior dan senior disaat itu. Pentas seni pun terselenggarakan dengan lancar dan sukses, kami merayakan kesuksesan kami di rumah salah satu senior kami. Pada saat akan pulang dari sana, Afilah meminta aku untuk mengantarnya pulang, ya akhirnya aku mengantarkannya sampai ke depan rumahnya. Aku pulang ke rumahku, entah kenapa saat itu dengan berani aku mengirim dia 'SMS' mengucapkan selamat malam. Dan malam itulah kedekatan kami mulai agak berbeda.
Beberapa hari setelah malam itu, aku yang semakin dekat dengan kakak kelasku memberanikan diri untuk mengajaknya nonton film di bioskop. Awalnya sih aku mengajak teman-temanku yang lain, tapi entah kenapa mereka semua tidak jadi ikut dan akhirnya aku hanya menonton film berdua dengan seniorku, Afilah (tentunya dengan pengunjung bioskop yang lainnya). Beberapa hari setelah nonton di bioskop itu, aku lebih terbuka kepadanya dan begitu pula sebaliknya. Dan kami sering menghabiskan waktu berdua, orang-orang di sekeliling kami pun mulai mempunyai presepsi mereka masing-masing mengenai kedekatan kami.
Aku menikmati kedekatan kami tanpa pernah membicarakan hal-hal yang berbau hubungan kami, sampai suatu saat dia mempertanyakannya. Lagi-lagi aku bingung dengan pertanyaannya, sebenarnya aku bingung dengan apa yang sedang aku lakukan dengan dia. Karena bisa saja dia sedang mempermainkanku, atau mungkin saja aku hanya dianganggap 'adik' baginya. Makanya aku tidak pernah menyimpan perasaan lebih juga padanya. Tapi kali itu aku benar-benar bingung dengan pertanyaannya, "Apa kita bisa lebih dekat dari ini?" jelas-jelas dari pertanyaannya itu dia menanyakan kepastian! Saat itu aku tidak menjawab pertanyaannya dan pergi meninggalkan dia. Memang sangat tidak sopan jika itu dipandang dari sisi seorang adik kelas yang mengabaikan seniornya.
Beberapa hari setelah pengabaianku, Afilah tidak pernah menghubungiku lagi. Entah kenapa di sekolah pun aku jadi sangat jarang bertemu dengannya, ya mungkin karena dia sibuk untuk mempersiapkan Ujian Sekolahnya. Tapi saat bertemu siang itu di sekolah, dia hanya melemparkan senyum tipis seperti orang yang baru kenal. Bahkan saat aku baru mengenalnya pun dia tidak senyum seperti itu, dia selalu memanggilku dan tertawa. Aneh, sepertinya dia mulai lupa terhadapku, lupa aku yang sempat menjadi 'adik'nya.
Ini mungkin memang salahku yang pada saat itu mengabaikan pertanyaannya dengan kurang sopan. Tapi aku begitu karena aku tidak ingin mulai membahas yang menurutku tidak akan ada habisnya kami perbincangkan. Dan buktinya, baru saja beberapa hari kami tidak berhubungan, dia sudah bisa dengan santainya mengahadapiku. Tidak ada wujud kekecewaan darinya jauh dariku. Ini yang aku persiapkan sejak dulu aku dekat dengannya, aku siap tidak memiliki hubungan lebih dengannya. Mungkin memang dia hanya menganggapku sebagai 'hiburan', sebagai 'anak kecil' yang bisa diajak asik-asikan. Dan bodohnya aku berani mendekatimu yang terpisah dua tahun diatasku.
"Terimakasih kak, sudah menjadi teman dekatku beberapa hari terakhir ini.."